KOTA MALANG - Kekerasan yang terjadi di sekolah menjadi perhatian serius di lingkungan pendidikan. Fenomena ini ditangkap oleh tim dari Universitas Brawijaya (UB) yang kemudian mengadakan pelatihan pencegahan dan pembelajaran anti kekerasan dan perundungan bagi guru dan staf di SMP NU Hasyim Asy’ari Kota Malang.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Arif Budi Prasetya S.I.Kom., M.I.Kom mengatakan kekerasan di sekolah dapat mengganggu proses belajar-mengajar, menciptakan lingkungan yang tidak aman, dan berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan emosional siswa serta staf sekolah.
Baca juga:
Universitas Brawijaya Raih Akreditasi Unggul
|
“Karena itulah, upaya pencegahan kekerasan di sekolah menjadi penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan positif, ” tuturnya, Jumat (28/7/2023).
Menurut Arif, ada empat jenis kekerasan yang biasa terjadi di sekolah yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan, psikologis dan kekerasan cyber. Ada dampak psikologis dan akademis jika hal ini terus terjadi.
Baca juga:
Najwa Shihab: Profesi Jurnalis
|
“Bisa muncul stres dan kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur, hingga depresi dan perasaan terisolasi, ” ucapnya.
“Sementara dampak akademis bisa membuat menurunnya konsentrasi dan motivasi belajar hingga penurunan prestasi akademik, ” imbuh Arif.
Alumni Magister Ilmu Komunikasi UB ini menjelaskan ada faktor internal dan eksternal yang membuat kekerasan sekolah terjadi.
Baca juga:
Sri Hastjarjo, S Sos , Ph D: Pers dan Media
|
“Faktor internal seperti masalah emosional dan mental, perilaku agresif dan kurangnya keterampilan penyelesaian masalah. Sementara faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan keluarga yang tidak sehat, terpapar media kekerasan dan pengaruh lingkungan sekolah yang tidak kondusif, ” tuturnya.
Kepada para guru, Arif memberikan enam strategi pencegahan kekerasan di sekolah. Pertama melalui pendidikan dan kesadaran. Kedua, Program pembelajaran tentang kekerasan dan akibatnya. Ketiga, kampanye anti-kekerasan di sekolah.
“Keempat dilakukannya pengawasan dan pelaporan. Kemudian bisa juga meningkatkan pengawasan di lingkungan sekolah dan terakhir mendorong siswa dan staf untuk melaporkan tindakan kekerasan, ” ungkapnya.
Salah satu inovasi yang diusulkan Arif untuk SMP NU Hasyim Asy’ari untuk pencegahan kekerasan di sekolah yaitu menyiapkan “bully box”. Hal ini bisa dilakukan seperti kotak saran sehingga korban kekerasan yang melapor bisa setiap saat membuat laporan di bully box tersebut.
“Selain itu, sekolah bisa mengadakan pertemuan rutin dengan wali murid dan pembentukan tim anti kekerasan di sekolah, ” ucapnya.
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini, Arif mengingatkan peran penting guru dan siswa dalam pencegahan tindakan kekerasan di sekolah.
“Siswa tentu harus berperilaku dengan sopan dan menghormati orang lain. Kemudian membantu teman yang mengalami kekerasan atau menjadi korban kekerasan dan tentu melaporkan tindakan kekerasan kepada guru atau staf sekolah, ” tegasnya.
Sementara untuk peran guru, kata Arif bisa melakukan beberapa tindakan seperti menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif, mengadopsi pendekatan yang adil dan konsisten dalam mengatasi konflik, melibatkan siswa dalam program pencegahan kekerasan.
“Kekerasan di sekolah adalah masalah yang serius, namun bisa diatasi melalui upaya bersama dari siswa, guru, staf sekolah, dan masyarakat, ” pungkasnya.
Kegiatan pelatihan pencegahan dan pembelajaran anti kekerasan dan perundungan ini diikuti puluhan guru dan staf SMP NU Hasyim Asy’ari Kota Malang. (Humas FISIP/Oky/Humas UB)